Strategi Kebijakan Transportasi Angkot 1

Strategi Kebijakan Transportasi Untuk Angkot Bagian 1

Paratransit (angkot) merupakan angkutan umum dengan katrakter kendaraan kecil, kepemilikan sebagian besar oleh individu, untuk melayani rute jarak pendek yang penetapannya dilakukan oleh pemerintah kota, dengan pengawasan yang masih lemah. Tarif angkot cukup rendah, namun perawatan dan investasinya juga rendah, serta kelaikan kendaraannya sering menjadi masalah. Paratransit di negara maju tidak berkembang karena layanan angkutan umumnya sudah lebih baik dan untuk memperoleh subsidi pemerintah, harus memenuhi syarat pelayanan dan penegakan hukum yang ketat . 

Angkot sampai saat ini masih mendominasi pelayanan angkutan perkotaan di kota-kota Indonesia. Di Jakarta pada tahun 2007, perannya mencapai hingga 70%, untuk di kota Medan mencapai 75% dan di Jayapura mencapai 90%. Masalah penyelenggaraan angkot yang ada saat ini adalah besarnya beban izin yang harus ditanggung oleh pemkot (regulatory overload) yang masih memiliki kelemahan, tidak saja dari perizinan itu sendiri melainkan juga pada mutu pengawasan yang masih rendah sehingga kepemilikan individu yang banyak menjadi semakin banyaknya pungutan liar.

Harapan dalam pengembangan angkot kedepan adalah menjadi angkutan bus terorganisir sehingga menjadi andalan angkutan umum perkotaan, melalui proses penataan dengan konsep perbaikan kebijakan yang lebih terarah, penataan struktur industri yang responsif terhadap permintaan (demand), perencanaan dan peraturan sesuai kebijakan serta peningkatan sumber daya manusia. Selanjutnya angkot dapat terus dikembangkan menjadi sistem transit yang selanjutnya menjadi BRT.

Paratransit (Angkot) biasanya melayani kategori perjalanan yang sifatnya jarak pendek, seperti perjalanan ke sekolah atau ke pasar. Angkot biasanya tidak dipakai untuk perjalanan komuter reguler ke tempat kerja. Kendati demikian, saat kualitas angkutan umum memburuk, angkot cenderung menggantikan peran angkutan umum.

Hal ini sudah mulai terjadi di banyak kota-kota di Indonesia. Oleh karena itu, masalah kebijakan harus terus diupayakan untuk mengembalikan paratransit ke peran yang sebenarnya, dan mendesak diadakannya perbaikan sistim angkutan umum .

Pertumbuhan jumlah angkot yang tidak terkendali di kota-kota Indonesia memberikan sumbangan besar pada kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi suara, serta penggunaan ruang publik yang besar, di mana para pejalan kaki dan mereka yang bersepeda tidak mendapatkan ruang agar bisa bergerak sebagaimana mestinya

Strategi Kebijakan Prioritas yang Harus dilakukan yaitu :

Prioritas 1 – Pengorganisasian

Kepemilikan angkot secara pribadi serta pengoperasian secara informal perlu dikurangi dan direorganisasi secara legal dibawah lisensi rute yang diatur oleh badan yang menyediakan jasa layanan rute tersebut. Badan pemilik jasa layanan tersebut perlu asisten manager untuk membantu pengaturan pelaksanaan manajemen angkutan umum, bahkan jika diperlukan perlu mempunyai asisten keuangan untuk lebih mempunyai perusahaan yang sejahtera dan sehat.

Prioritas 2 – Feeder

Angkot dianggap sebagai bagian integral dari komposisi kota, angkot-angkot ini bertindak sebagai pengumpan (feeder) untuk mengumpulkan penumpang dari daerah-daerah untuk selanjutnya terhubung dengan layanan bus/BRT/MRT.

Prioritas 3 – Terpisah “Not Interfere”

Angkot mempunyai rute khusus di mana mereka tidak saling mengganggu atau bersaing dengan rute bus/BRT/MRT atau rute sesama angkot itu sendiri.

Prioritas 4 – “Franchising”

Badan pemilik jasa layanan angkot berwenang untuk mendesain rute sekunder dan menawarkan lisensi terhadap operator-operator angkot untuk menjalankan operasi di rute tersebut. Sebagai persyaratan, operator harus diorganisir sebagai salah satu bagian dari perusahaan dengan struktur manajemen yang aktif dan efektif. Operator yang dianggap memenuhi syarat akan mendapat izin lisensi untuk mengoperasikan angkotnya pada rute yang telah ditetapkan. Kriteria penyeleksian ini adalah dalam hal kualitas manajemen pengoperasian dan kondisi armada yang dimiliki, termasuk kinerja dan nilai tariff yang ditawarkan

Prioritas 5 – Standar Kualitas Pelayanan

a. Kualitas pelayanan dari sistem pengoperasian angkot, harus mencakup 6 hal sebagai berikut :
- Frekuensi bus (headway)
- Tingkat keterisian penumpang pada jam sibuk (occupancy)
- Keselamatan (tingkat kecelakaan)
- Informasi (ketepatan jadwal)
- Keterpaduan dengan moda lain (keterpaduan layanan engan BRT dan MRT)
- Ketersediaan (waktu ketersediaan moda)
b. Audit secara rutin (6 bulan sekali)
c. Adanya sanksi untuk pengoperasian yang tidak sesuai peraturan

Demikianlah sedikit pembahasan tentang Strategi Kebijakan Pelayanan Transportasi Untuk Angkot 1  semoga bermanfaat. Jika ada yang salah mohon diberikan komentar dibawah ini.
 
 
Anda Bisa Membaca Artikel lain tentang Transportasi  dibawah ini. Jika anda suka mohon Like dan di Bagikan ke teman-teman  yang lain. Terima Kasih
 

Posting Komentar untuk "Strategi Kebijakan Transportasi Angkot 1"