Proses Evaluasi Angkutan Umum Indonesia

Proses Evaluasi Angkutan Umum Indonesia

Transportasi Angkutan Umum

Kota-kota di Indonesia mengalami evolusi kemajuan sistem angkutan umum berdasarkan sejarah perkembangan kota. Dalam tinjauan klasifikasi kota, struktur kota-kota di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan pada jumlah penduduknya (Masterplan Transportasi Darat, 2005), yakni :

1)kota megapolitan: >5 juta jiwa,
2)kota metropolitan: 1-5 juta jiwa,
3)kota besar: 0,5-1 juta jiwa,
4)kota sedang: 0,1-0,5 juta jiwa, dan
5)kota kecil: 0,02-0,1 juta jiwa.

Selain itu, pendapat lain (GIZ dan Dephub) mengatakan bahwa kota juga dapat klasifikasi menurut jenis angkutannya, yakni mulai dari angkutan individu sampai angkutan massal.
 
Rambu Lalu Lintas

Ciri Operasi Kota Kecil

- Angkutan umum terdiri dari Angkutan Kota (Angkot) dan Bus Sedang
- Angkutan Individu: becak dan ojek.

Ciri Operasi Kota Menengah

- Angkutan umum, terdiri dari Bus Besar, Bus Sedang dan Angkutan kota (Angkot)
- Angkutan Individu: becak dan ojek

Ciri Operasi Kota Besar

- Angkutan Massal, terdiri dari Sistem Transit, Bus Besar, Bus Sedang dan Angkutan Kota (Angkot),
- Angkutan Individu: becak dan ojek

Ciri Operasi Kota Metropolitan

- Angkutan Massal, terdiri dari Mass Rapid Transit (MRT), Bus Besar, Bus Sedang, dan Angkutan Kota (Angkot),
- Angkutan Individu: becak dan ojek.
 
TIPOLOGI ANGKUTAN UMUM


Tipologi angkutan umum dikelompokkan berdasarkan atas kelompok angkutan massal dan angkutan individual.

Proses evolusi angkutan umum dimulai dari pelayanan angkutan umum tradisional berbasis paratransit, yang saat ini masih menjadi tulang punggung transportasi perkotaan di kota-kota menengah dan kecil di Indonesia.

Dengan tumbuhnya permintaan akan perjalanan, terbentuklah angkutan massal yang berbasis jalan dengan tingkat pelayanan yang relatif masih rendah, yakni kecepatan dan kenyamanan yang rendah.

Reformasi transportasi sistem transit terus berkembang pada koridor backbone, dengan tetap didukung angkutan bus, yakni bus besar, bus sedang, dan angkot, sebagai feeder. Dengan perbaikan yang terus-menerus dilakukan, kota-kota akan memiliki Mass Rapid Transit (MRT) yang berbasis angkutan bus pada backbone, dengan tetap menerapkan sistem transit pada beberapa koridor dan dukungan sistem bus

Upaya peningkatan terhadap pelayanan moda angkutan umum terus dilakukan, yakni dengan menempatkan moda sesuai dengan kapasitas angkut dan kecepatannya. Kota-kota dengan kapasitas kebutuhan perjalanan 1.000 penumpang/jam/arah dilayani dengan paratransit, dan seiring dengan perkembangan kebutuhan akan kapasitas pelayanan yang meningkat, paratransit berkembang menjadi angkutan bus, sistem transit, dan Bus Rapid Transit
Proses Evaluasi Angkutan Umum Berbasis Jalan


Tahapan Evalusi Angkutan Umum

Evaluasi Angkutan Umum

 

Tahap 1

- Pada kondisi Eksisting, bus kota dan angkot, masih rendah dalam penerapan SPM angkutan
umum, dimiliki oleh individu dan belum terorganisasi (disebut sebagai paratransit)

Tahap 2

Awal reformasi, dengan pembenahan angkutan umum sebagai moda mayoritas terpilih, dengan
kapasitas lebih besar dari paratransit, terorganisir, belum memiliki lajur khusus, dan penerapan
SPM sedang (dikenal sebagai sistem transit)

Tahap 3

Sistem Transit dikembangkan dengan penerapan SPM kategori baik, yakni melalui pembuatan
lajur khusus, feeder bus guna meningkatkan kecepatan (atau meminimumkan travel time) yang di
sebut dengan BRT

Tahap 4

Reformasi angkutan umum berbasis jalan, dengan penerapan SPM kategori sangat baik, dengan kapasitas lebih besar dari system BRT yang disebut dengan Sistem Full BRT
 


Pengalihan moda diarahkan agar visi dari kebijakan dapat tercapai sesuai dengan perundang-undangan. Perubahan ini akan menghasilkan pertambahan kebutuhan terhadap pelayanan bus yang cukup besar dan tinggi, seiring dengan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan pergantian ke moda transportasi umum dimulai.

Proses pengalihan moda ini membutuhkan banyak solusi sebagai pemecah masalah, sebagai berikut :

- Mendefinisikan peran pemerintah (regulator) dan swasta (operator) dalam menyediakan jasa pelayanan bus
- Strategi untuk mengurangi jumlah bus illegal dan minibus (angkot) illegal serta mengurangi dampak sektor paratransit
- Memperkirakan besar subsidi yang dibutuhkan untuk jasa pelayanan bus
- Insentif terhadap operator agar lebih efektif dan bertanggung jawab

Sejumlah kota-kota di Indonesia telah meresmikan sistem bus resmi menggunakan midi-bus yang diprakarsai oleh Kementerian Perhubungan dengan sebutan “Sistem Bus Transit”. Namun, akibat dari pengetahuan mengenai sistem tersebut kurang, maka berpengaruh terhadap performa awal mereka.

- Demand penumpang dan pemulihan biaya operasi umumnya masih rendah karena adanya persaingan dengan angkot atau rute jaringan yang keluar dari rute utama angkot, sehingga sedikit sekali jumlah penumpang yang beralih ke moda bus ini.
 
- Frekuensi yang rendah / headway yang terlalu jauh mengakibatkan kebutuhan perjalanan penumpang menggunakan bus menjadi sedikit, hal ini hanya dapat diatasi dengan menerapkan sistem pengurangan operasi angkot.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang Proses Evaluasi Angkutan Umum Indonesia  semoga bermanfaat. Jika ada yang salah mohon diberikan komentar dibawah ini.
 
 
Anda Bisa Membaca Artikel lain tentang Transportasi  dibawah ini. Jika anda suka mohon Like dan di Bagikan ke teman-teman  yang lain. Terima Kasih
 

Posting Komentar untuk "Proses Evaluasi Angkutan Umum Indonesia"