Dikutip dari Johana (2004 dalam Solikhah, 2017), Arsitektur Art Deco selain menerima ornamen bersejarah, gaya ini juga menerima pengaruh aliran arsitektur yang berkembang pada saat itu, yaitu: Bauhaus, De Stijl, Dutch Expressionism, International Gaya, Rasionalisme, Romantisisme dan Neoklasikisme Skandinavia, Gerakan Seni dan Kerajinan, Art Nouveau, Jugendstil, dan Wina.
Gaya-gaya dan aliran tersebut juga mempengaruhi pembentukan arsitektur Art Deco dan memberikan sentuhan modern. Modern pada waktu itu didefinisikan sebagai "berani menjadi berbeda dan baru, tampil lebih menarik daripada yang lain dan tidak kuno" yang semuanya dimanifestasikan oleh pilihan warna yang mencolok, proporsi yang tidak biasa, bahan baru dan dekorasi.
Pada awal abad ke-21 gaya Art Deco mencapai popularitas yang tak tertandingi sejak didirikan pada tahun 1925, Pameran Internasional Seni Rupa Decoratifs dan Industriels Modernes di Paris (Tinniswood, 2002).
Sejak itu nama Art Deco digunakan untuk seni Ternama yang populer dan modern. Kemunculan istilah itu dalam beberapa artikel semakin membuat nama Art Deco menjadi tempat di dunia seni dengan penerbitan buku "Art Deco" oleh Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969.
Art Deco adalah salah satu gaya yang diterapkan secara luas, berbagai contoh dapat kita temukan, dalam Arsitektur, pakaian, poster dan peralatan rumah tangga serta banyak contoh lainnya. Meski ada beragam objek yang menggunakan gaya Art Deco, namun tidak mudah mendefinisikan bagaimana gaya Art Deco.
Tema-tema populer dalam Art Deco adalah trapesium, zig-zag, geometris, dan bentuk puzzle, ornamen yang digunakan lebih teratur dan menggunakan banyak garis atau kotak. Setiap negara yang menerima gaya Art Deco berkembang dengan sendirinya, memberikan sentuhan lokal sehingga Art Deco di suatu tempat akan berbeda dari Art Deco di tempat lain (Johana, 2004 dalam Solikhah, 2017).
Dikutip dari Nas (2009), Bangunan Art Deco di Indonesia lebih dikenal sebagai bangunan Hindia (Indische Landhuizen) karena memiliki unsur budaya dan iklim di Indonesia. Suryokusumo dan Suryasari (dalam Indartoyo, 2008) menyimpulkan bahwa sebagai awal perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia adalah Arsitektur Hindia.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan penampilan Arsitektur Nuew Bouwen, di mana gaya arsitektur yang berkembang adalah gaya arsitektur modern, termasuk gaya Art Deco di dalamnya.
Solo Jebres adalah salah satu stasiun kereta api yang berada di daerah Purwadiningratan, Jebres, Surakarta. Stasiun ini dahulunya dibangun oleh Staatsspoorwegen pada tahun 1884. Saat ini Stasiun Jebres dinobatkan sebagai salah satu bangunan heritage dan cagar budaya sehingga bangunan ini tidak boleh dipugar oleh pemerintah setempat. Stasiun Solo Jebres sekarang ini masih difungsikan untuk pemberhentian kereta ekonomi.
Karakteristik Gaya arsitektur stasiun ini merupakan contoh dari adopsi gaya Art Deco yang diterapkan dengan memadukannya bersama arsitektur Tropis Indonesia. Stasiun ini menjadi salah satu bukti bersejarah penyebaran gaya arsitektur Art Deco di Indonesia.
Referensi :
Gedung Isola - Arsitektur Art Deco di Indonesia dan Contohnya img by Quora |
Gaya-gaya dan aliran tersebut juga mempengaruhi pembentukan arsitektur Art Deco dan memberikan sentuhan modern. Modern pada waktu itu didefinisikan sebagai "berani menjadi berbeda dan baru, tampil lebih menarik daripada yang lain dan tidak kuno" yang semuanya dimanifestasikan oleh pilihan warna yang mencolok, proporsi yang tidak biasa, bahan baru dan dekorasi.
Stasiun Solo Jebres - bppd-surakarta.id |
Pada awal abad ke-21 gaya Art Deco mencapai popularitas yang tak tertandingi sejak didirikan pada tahun 1925, Pameran Internasional Seni Rupa Decoratifs dan Industriels Modernes di Paris (Tinniswood, 2002).
Sejak itu nama Art Deco digunakan untuk seni Ternama yang populer dan modern. Kemunculan istilah itu dalam beberapa artikel semakin membuat nama Art Deco menjadi tempat di dunia seni dengan penerbitan buku "Art Deco" oleh Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969.
Art Deco adalah salah satu gaya yang diterapkan secara luas, berbagai contoh dapat kita temukan, dalam Arsitektur, pakaian, poster dan peralatan rumah tangga serta banyak contoh lainnya. Meski ada beragam objek yang menggunakan gaya Art Deco, namun tidak mudah mendefinisikan bagaimana gaya Art Deco.
Tema-tema populer dalam Art Deco adalah trapesium, zig-zag, geometris, dan bentuk puzzle, ornamen yang digunakan lebih teratur dan menggunakan banyak garis atau kotak. Setiap negara yang menerima gaya Art Deco berkembang dengan sendirinya, memberikan sentuhan lokal sehingga Art Deco di suatu tempat akan berbeda dari Art Deco di tempat lain (Johana, 2004 dalam Solikhah, 2017).
Dikutip dari Nas (2009), Bangunan Art Deco di Indonesia lebih dikenal sebagai bangunan Hindia (Indische Landhuizen) karena memiliki unsur budaya dan iklim di Indonesia. Suryokusumo dan Suryasari (dalam Indartoyo, 2008) menyimpulkan bahwa sebagai awal perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia adalah Arsitektur Hindia.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan penampilan Arsitektur Nuew Bouwen, di mana gaya arsitektur yang berkembang adalah gaya arsitektur modern, termasuk gaya Art Deco di dalamnya.
Stasiun Solo Jebres - img by panduanwisata.id |
Solo Jebres adalah salah satu stasiun kereta api yang berada di daerah Purwadiningratan, Jebres, Surakarta. Stasiun ini dahulunya dibangun oleh Staatsspoorwegen pada tahun 1884. Saat ini Stasiun Jebres dinobatkan sebagai salah satu bangunan heritage dan cagar budaya sehingga bangunan ini tidak boleh dipugar oleh pemerintah setempat. Stasiun Solo Jebres sekarang ini masih difungsikan untuk pemberhentian kereta ekonomi.
Karakteristik Gaya arsitektur stasiun ini merupakan contoh dari adopsi gaya Art Deco yang diterapkan dengan memadukannya bersama arsitektur Tropis Indonesia. Stasiun ini menjadi salah satu bukti bersejarah penyebaran gaya arsitektur Art Deco di Indonesia.
Referensi :
- http://panduanwisata.id/2015/08/29/stasiun-dengan-gaya-arsitektur-art-deco-di-indonesia/
- Solikhah, N., & Kurnia, A. S. (2017). Development of Art Deco Architecture in Indonesia,
- Proceeding of The 3rd International Conference on Engineering of Tarumanagara (ICET) 2017, Faculty of Engineering, Tarumanagara University, Jakarta-Indonesia, October 4-5th, 2017.
- Tinniswood, A. (2002). The Art Deco House. Octopus Publishing Group Ltd., London.
- Nas, P. J.M., & Vletter, M. (2009). Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
- Indartoyo (2008), Penampilan Bangunan Art Deco yang Dibangun di Indonesia Tahun 1920-1940
Posting Komentar untuk "Perkembangan Arsitektur Art Deco di Indonesia dan Contohnya"